Sunday 9 February 2014

PEMERIKSAAN ANJING


LEARNING OBJECTIVE
1. PEMERIKSAAN ANJING;
  • UMUM
  • SISTEMIK
  • LABORATORIUM

Pemeriksaan Anjing; 
Umum
Setelah dilakukan sinyalemen/registrasi dan anamnesa maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan umum yang meliputi;
Inspeksi dan adspeksi diantaranya melihat, membau, dan mendengarkan tanpa alat bantu. Usahakan agar hewan tenang dan tidak menaruh curiga kepada pemeriksa. Lakukan inspeksi dari jauh dan dekat terhadap pasien secara menyeluruh dari segala arah serta perhatikan keadaan sekitarnya. Perhatikan ekspresi muka, kondisi tubuh, pernafasan, keadaan abdomen, posisi berdiri, keadaan lubang alami, aksi dan suara (Boddie. 1962).
Pulsus dan nafas diperiksa pada bagian arteri femoralis yaitu sebelah medial femur. Nafas diperiksa dengan menghitung frekuensi dan memperhatikan kualitasnya dengan melihat kembang-kempisnya daerah thoraco-abdominal dan menempelkan telapak tangan di depan cuping bagian hidung (Boddie. 1962).
Selaput lendir.
Conjunctiva. Diperiksa dengan cara menekan dan menggeser sedikit saja kelopak mata bawah. Conjunctiva kedua mata harus diperiksa, sehingga keabnormalitasan tertuju sebagai local disease dinilai dan tidak dirancukan dengan gejala klinik umum. Penampakan conjunctiva noramal berbeda- beda pada tiap hewan. Pada kuda berwarna pink pucat, pada sapid an domba warnanya lebih pucat daripada milik kuda, pada babi adalah warna kemerahan, pada kucing tampak pucat. Variasi warna pada hewan yang berbeda ini sebaiknya dihafalkan. Membrane mukosa yang tampak Anemi (warna pucat) dan lembek merupakan indikasi anemia. Intensitas warna conjunctiva dapat menunjukkan kondisi peradangan akut seperti enteritis, encephalonitis dan kongesti pulmo akut. Cyanosis (warna abu- abu kebiruan) dikarenakan kekurangan oksigen dalam darah, kasusnya berhubungsn dengan pulmo atau system respirasi. Jaundice (warna kuning) karena terdapatnya pigmen bilirubin yang menandakan terdapatnya gangguan pada hepar. Hiperemi (warna pink terang) adanya hemoragi petechial maenyebabkan hemoragi purpura dan ingusan pada kuda atau septisemia hemoragi pada ternak (Boddie. 1962).
Mukosa Hidung. Pemeriksaan yang dilkukan adalah dengan melihat apakah terdapat kepucatan, leleran, perubahan warna, petechiasi atau ulserasi. Perubahan ini penting untuk identifikasi conjunctiva. Ulserasi pada mukosa hidung adalah karakteristik gejala klinik ingusan pada kuda (Boddie. 1962).
Mulut. Pemeriksaan mulut dengan cara inspeksi membrane mukosa dan jaringan lain di dalam mulut, palpasi lidah dengan paksaan dan deteksi abnormalitas sepeti trismus. Diperiksa apakah ada iritasi local seperti ulserasi, vesikel, penyakit pada lidah, pipi atau rahang atau trauma langsung pada mulut. Ulserasi mungkin dikarenakan gigi yang sudah tidak berfungsi, pada anjing dapat terjadi pada toksemia yang dikarenakan nephritis akut, infeksi lepstospira, dan defisiensi vitamin akut (Boddie. 1962).
Mata. Penampakan mata normal sehat adalah jernih dan basah. Penampakan mata yang tidak normal dapat menandakan adanya dehidrasi pada jaringan tubuh. Adanya lesi pada kornea, seperti keratitis dan corneal opacity, kemungkinan merupakan luka yang bersifat local, tetapi lesi dapat terjadi juga merupakan gejala klinik dari penyakit yang spesifik seperti canine distemper, dan lain-lain. Respon pada mata dapat dengan menggunakan cahaya dari penlight, jika cahaya didekatkan pada mata maka aka nada reaksi dari pupil yaitu pupil akan berdilatasi, namun jika tidak terdapat reaksi apa- apa berarti kemungkinan adanya gangguan pada system saraf pusat dan berakibat pada system refleknya (Boddie. 1962).

Sistemik
Sistem Pencernaan
Berikan pakan/minum untuk melihat nafsu makan dan minum. Perhatikan juga keadaan abdomen dan bandingkan sebelah kanan dan kiri. Amati mulut, dubur, kulit sekitar dubur dan kaki belakang. Terus perhatikan cara defekasi dan amati tinjanya.
Mulut, Pharynx, dan Oesophagus; Buka mulut anjing dengan menekan bibir kebawah gigi atau ke dalam mulut, kemudian lakukan inspeksi. Bila perlu, tekan lidah dengan spatel agar dapat dilakukan inspeksi dengan leluasa. Pada anjing yang galak, rahang dapat ditali dengan kain lalu rahang atas ditarik ke atas dan rahang bawah ditarik kebawah. Perhatikan bau, mulut, selaput lendir mulut, pharynx, lidah, gusi, dan gigi-geligih. Perhatikan kemungkinan adnaya lesi, benda asing, perubahan warna, dan anomali lainnya. Perhatikan pula limfoglandula regional dan kelenjar ludah. Palpasi oesophagus dari luar sebelah kiri dan raba pharynx dari luar. Bila perlu, dilakukan pemeriksaan radiologi dengan sebelumnya memasukkan ke dalam oesopahgus bahan tak tembus sinar rontgen, misalnya bubur atau barium sulfat (Boddie. 1962).
Abdomen; Lakukan inspeksi keadaan abdomen bagian kiri dan kanan, palpasi daerah abdomen secara menyeluruh dengan menekan ujung jari tangan kiri dan kanan dari dua sisi perut sampai kedua ujung jari bersentuhan atau hanya dibatasi oleh benda atau organ di dalam perut. Perhatikan isi abdomen yang teraba. Lakukan auskultasi dari sebelah kanan ke kiri untuk mengetahui peristaltik usus. Lakukan eksplorasi dengan jari kelingking (pakailah sarung tangan dari karet atau plastik yang diberi pelicin). Perhatikan kemungkinan adanya rasa nyeri pada anus atau rektum, adanya benda asing atau tinja yang keras. Ambil feses untuk pemeriksaan laboratorium, apabila terjadi konstipasi lakukan pemberian enema dengan memesukkan kedalam rectum ¼ -1 ml glyserin atau air sabun hangat 5-30 ml, kemudian ajak anjing ke halaman supaya leluasa bergerak dan buang air, perhatikan pula warna dan konsistensi tinjanya. Periksalah anus dan pencetlah anus dari dua sisi dengan jari tangan yang dilapisi dengan kapas perhatikan kemungkinan adanya cairan yang keluar (Boddie. 1962).

Sistem Pernafasan
Perhatikan adanya aksi-aksi atau pengeluaran seperti batuk, bersin hick-up, perhatikan frekuensi dan amati tipe nafasnya.
Hidung; Perhatikan keadaan hidung dan leleran yang keluar, raba suhu lokal dengan menempelkan jari tangan pada dinding luar hidung. Letakkan kapas di depan hidung kemudian liat reaksi kapasnya. Lakukan perkusi pada daerah sinus frontalis dan perhatikan suaranya.
Pharynx, Larinx, Trakea; Lakukan palpasi dari luar, perhatikan reaksi dan suhunya, perhatikan pula limfoglaandula regional terutama limfoglandula submaxillaris, suprapharyngealis, dan parapharyngealis, perhatikan suhu, konsistensi, dan besarnya, banding kan anatara limfoglandula kanan dan kiri.
Rongga dada; Tentukan daerah perkusi atau auskultasi paru-paru dan gambar di atas kertas dengan meletakkan garis batas depan sejajar vertikal, daerah kanan di sebelah kiri dan darah kiri di sebelah kanan ke atas, lakukan auskultasi dan perhatikan hasilnya, bandingkan dengan hasil auskultasi dengan trakea. Lukakan perkusi digital dengan membaringkan anjing pada alas yang kompak, perhatikan suara perkusi yang di hasilkan. Lakukan palpasi pada intercostae. Perhatikan adanya rasa nyeri pada pleura dan edeme subcutis. Pada anjing dan hewan kecil dapat dilakukan pemeriksaan radiologis (Boddie. 1962).

Sistem Sirkulasi
Perhatikan adanya kelainan alat peredaran darah seperti anemia, sianosis, edema atau ascites, pulsus venosus, kelainan pada denyut nadi, dan sikap atau langkah hewan. Periksa frekuensi, irama dan kualitas pulsus atau nadi, kerjakan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi pada daerah jantung (sebelah kiri). Perhatikan adanya pulsasi di daerah vena jugularis dengan memeriksa pada 1/3 bawah leher, perhatikan kemungkinan adanya pulsus. Periksalah keadaan pembuluh darah perifer dengan pemeriksaan selaput lendir dan mukosa (Boddie. 1962).

Sistem Limphatica
Lakukan inspeksi kemungkinan adanya kebengkakan limfoglandula. Limfoglandula yang dapat dipalpasi pada anjing yaitu; lgl. submaxillaris, lgl. parotidea, lgl. retropharyngealis, lgl. cervicalis anterior, lgl. cervicalis medius, lgl. cervicalis caudalis, lgl. prescapularis, lgl. axillaris (dapat teraba jika kaki diabduksikan), lgl. inguinalis, lgl. superficialis (pada betina disebut lgl. supramammaria), lgl. poplitea, lgl. mesenterialis. Lakukan palpasi di daerah lgl, perhatikan reaksi, panas, besar dan konsistensinya serta simetrinya kanan dan kiri (Boddie. 1962).

Sistem Lokomotor
Perhtikan posisi, cara berdiri dan berjalan hewan. Perisalah musculi dengan membandingkan ekstremitas kanan dan kiri. Serta melakukan palpasi. Perhatikan pula suhu, kontur, adanya rasa nyeri dan pengerasan. Pemeriksaan tulang seperti musculi diperhatikan bentuk, panjang dan keadaan. Coba gerak-gerakkan apakah ada rasa nyeri atau mungkin ada krepitasi (pada fraktur). Pemeriksaan radiologi bila perlu. Persendian diperiksa dengan cara inspeksi cara berjalan dan keadaan persendian, lakukan palpasi apakah ada penebalan, cairan (pada kantong synovial ataukah pada vagina tendinea). Gerak-gerakkan, perhatikan adanya rasa nyeri, atau kekakuan persendian (Boddie. 1962).

Organ Uropoetica
Perhatikan sikap pada waktu kencing. Amati air seni (kemih) yang keluar, perhatikan warnanya, baunya dan adanya anomali (darah, jonjot, kekeruhan dan lain sebagainya).
Ginjal anjing dilakukan palpasi pada daerah lumbal, cari ginjal. Pada kucing dipalpasi dengan rongga perut, ginjal kucing menggantung seperti kue bakpia atau mainan yoyo. Perhatikan reaksi, besar, konsistensi dan simetrinya.
Vesica urinaria; palpasi rongga perut pada waktu isi, kosongkan dengan kateter, palpasi pada keadaan kosong dari kemih, raba kemungkinan adanya benda asing (batu, tumbuh ganda) atau adanya pembengkakan/penebalan dinding vesica urinaria.

Kateterisasi/pengambilan urin; ambil kateter sesuai dengan kelamin dan besar hewan. Kateter dimasukkan secara legeartis (kateter steril, dengan lubricant yang steril, tidak megiritasi dan mengandung antiseptika).
Pemeriksaan urin; pemeriksaan fisik, perhatikan air kemih yang telah di tamping, perhatikan warna, kekentalan, adanya benda-benda yang mencurigakan dan bau. Pemeriksaan laboratorium, minimal harus dilakukan pemeriksaan protein, pH, dan endapan, bila perlu ambil darahnya untuk pemeriksaaan urea (BUN; blood urea nitrogen) dan kreatinin (Boddie. 1962).

Sistem Syaraf
Syaraf pusat
  1. N. olfactorius (pembau). Pada anjing dan kucing dengan cara mendekatkan ikan, daging dan lain sebagainya yang merangsang syaraf pembau tanpa mendengar atau melihat.
  2. N. opticus (penglihatan). Gerakkan jari telunjuk di muka matanya, perhatikan apakah hewan mengikuti gerakan telunjuk, dan perhatikan reaksi pupil.
  3. N. oculomotorius, N. trochlearis, N. abducens. Perhatikan pergerakan palpebrae atas, dan gerakan bola mata serta pupil. Untuk pemeriksaan pupil tutup salah satu mata, buka cepat dan perhatikan reaksinya terhadap sinar.
  4. N. trigeminus untuk sensorik, mototrik, dan sekretorik. Lakukan rangsangan dan perhatikan reaksinya pada otot-otot daerah kepala dan mata, perhatikan saliva dan lakrimasi. Perhatikan adanya hyperaesthesi, paralisa dan adanya sekresi yang berlebihan atau berkurang, perhatikan cara mastikasi juga.
  5. N. facialis (wajah). Perhatikan kontur m. facialis, apakah lumpuh bilateral atau muka/bibir menggantung sebelah pada kelumpuhan unilateral.
  6. N. auditorius (pendengaran/keseimbangan). Perhatikan apakah hewan miring sebelah, sempoyongan, dan panggil namanya. Pada telinga pakai lampu (penlight) atau otoscope, periksa adanya radang, cairan, kotoran, dan pertumbuhan abnormal.
  7. N. glossopharingeal. Pada anjing buka mulut rangsang bagian belakang pharynx. Pada hewan besar perhatikan cara menelan.
  8. N. vagus (organ dalam) untuk sensorik dan motorik, pada jantung kerjanya inhibitor.
  9. N. spinal accessories. Perhatikan scapulae, pada paralisa unilateral salah satu scapulae menggantung (kelumpuhan syaraf yang menginervasi m. trapezius/m. sternocephalicus).
  10. N. hypoglossus. Perhatikan lidah apakah menjulur keluar (paralisa bilateral) atau menjulur ke salah satu mulut (paralisa unilateral) (Boddie. 1962).
Syaraf Perifer
Perhatikan aktifitas otot, stimulasi dengan meraba, memijit, menusuk, mencubit dengan jari atau arteri klem atau pinset chirurgis.
Reflex superficial; Conjungtiva (untuk serabut sensorik dari cabang ophthalmic dan cabang maxillaries syaraf cranial V). Cornea (untuk serabut sensorik dari cabang ophthalmic dan maxillaris cabang syaraf cranial V). Pupil (N. opticus: sensorik, N. oculomotorius: motorik). Perineal (N. spinalis) sentuh perineum, perhatikan reaksinya. Pedal (arcus reflex): sentuh, pijit, pinset (cubit) telapak kaki/interdigiti, perhatikan reaksi menarik pada kaki.
Reflex profundal; patella, pada hewan kecil dilakukan dalam keadaan berbaring, pukul pada ligamentum patellae mediale. Bila reflex bagus m. quardriseps femoris akan berkontraksi mendadak/menendang. Tarsal, lakukan perkusi pada tendo achilles, bila refleksnya bagus maka m. gastrocnemius akan berkontraksi (tampak menendang).
Reflex organic; menelan (koordinasi neuromuscular di daearah pharynx dan oesophagus, gangguan mekanisme ini terjadi pada tetanus, keracunan strichnin, tetani, paralyse N. XII dan N. X). respirasi (pusat reflex di medulla oblongata, otak, medulla spinalis daerah thorax). Defekasi (syaraf yang menginervasi spincter ani) (Boddie. 1962).


Tranquillezers
Disebut juga ataraktika atau anxiolitika khususnya obat benzo relaksasi otot, khususnya menakan SSP (sistem saraf pusat) dengan khasiat sedatif dan hipnotis. Tranquillezers juga dapat digunakan sebagai premedika: yakni obat-obatan yang diberikan sebelum anastesi. Sebagai efek sedative (obat yang menenangkan hewan tanpa menyebabkan tidur) menyebabkan hewan kurang responsif terhadap lingkungan dari luar karena aktivitas motorik mulai berkurang pada dosis besar dapat menyebabkan hipnose (tidur, namun bila dibangunkan akan cepat bangun). Pada umumnya diberikan pada semua jenis hewan (Rock., 2007).

Klasifikasi TRanquillezer

a. Mayor transquillezer: digunakan untuk transportasi hewan karena menimbulkan efek menenangkan.
  • golongan phenotiazine: klorpromazine, promazin, prometazin
  • golongan butyrophenon: haloperodrol, droperidrol
  • golongan alkaloid : reserpin, zylasin
b. Minor transquillezer: digunakan sebagai pengendali kerisauan dan histeria. Contoh :
  • benzodiazepam
  • medobromad
Kedua macam obat ini menyebabkan sedasi, hewan acuh, kurang responsive, dan terjadi pengurangan aktivitas lokomotor.
Kloropromazine merupakan senyawa yang mempunyai spektrum kerja yang amat luas yaitu bekerja menekan sistem SSP dan anti-psikotik, di samping itu juga anti-emetik lokal anastesi, pemblok ganglion, antikolinergik, adrenolitik dan anti histamine, senyawa ini juga menggangu pengaturan panas dengan mempengaruhi pusat panas (Rock., 2007).



DAFTAR PUSTAKA 

Anonim., 2009. http://books.google.co.id/books?id=driJ1awa180C&pg=PA1&lpg=PA1&dq=dog+handling+and+restraint&source=bl&ots=bC5OBK4rQH&sig=yTJGkYOu3beqxAy33hFUrPZ3OKs&hl=id&ei=dfAbSu6LC4-PkAWc-HU&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=10#PRA1-PT1,M1. 26/5/2009. 9:00:33 PM

Rock., A. 2007. Veterinary Pharmakologi. London: Elsecler

Boddie., G.F. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Philadelphia: J.B. Lippincott Company. 

PEMERIKSAAN KUCING

LEARNING OBJECTIVE

  1. PEMERIKSAAN FISIK PADA KUCING
  2. MACAM-MACAM EKTOPARASIT PADA KUCING
  3. DIAGNOSA TERHADAP EKTOPARASIT

Pemeriksaan Fisik Pada Kucing 
Umum
Setelah dilakukan sinyalemen/registrasi dan anamnesa maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan umum yang meliputi;
Inspeksi dan adspeksi diantaranya melihat, membau, dan mendengarkan tanpa alat bantu. Diusahakan agar hewan tenang dan tidak curiga kepada pemeriksa. Inspeksi dari jauh dan dekat terhadap pasien secara menyeluruh dari segala arah dan keadaan sekitarnya. Diperhatikan pula ekspresi muka, kondisi tubuh, pernafasan, keadaan abdomen, posisi berdiri, keadaan lubang alami, aksi dan suara hewan (Boddie. 1962).
Pulsu, temperatur dan nafas; Pulsus diperiksa pada bagian arteri femoralis yaitu sebelah medial femur (normal: 92-150/menit). Nafas diperiksa dengan menghitung frekuensi dan memperhatikan kualitasnya dengan melihat kembang-kempisnya daerah thoraco-abdominal dan menempelkan telapak tangan di depan cuping bagian hidung (normal: 26-48/menit). Temperatur diperiksa pada rectum dengan menggunakan termometer (normal: 37,6-39,4) (Boddie. 1962).
Selaput lendir.
Conjunctiva diperiksa dengan cara menekan dan menggeser sedikit saja kelopak mata bawah. Penampakan conjunctiva pada kucing tampak pucat. Membran mukosa yang tampak anemi (warna pucat) dan lembek merupakan indikasi anemia. Intensitas warna conjunctiva dapat menunjukkan kondisi peradangan akut seperti enteritis, encephalonitis dan kongesti pulmo akut. Cyanosis (warna abu- abu kebiruan) dikarenakan kekurangan oksigen dalam darah, kasusnya berhubungan dengan pulmo atau sistem respirasi. Jaundice (warna kuning) karena terdapatnya pigmen bilirubin yang menandakan terdapatnya gangguan pada hepar. Hiperemi (warna pink terang) adanya hemoragi petechial menyebabkan hemoragi purpura (Boddie. 1962).

Sistemik
Sistem Pencernaan
Pakan/minum diberikan untuk melihat nafsu makan dan minum. Kemudian dilihat juga keadaan abdomen antara sebelah kanan dan kiri. Mulut, dubur, kulit sekitar dubur dan kaki belakang juga diamati, serta cara defekasi dan tinjanya.
Mulut, Pharynx, dan Oesophagus; Mulut anjing dibuka dengan menekan bibir kebawah gigi atau ke dalam mulut, dan dilakukan inspeksi. Bila perlu, tekan lidah dengan spatel agar dapat dilakukan inspeksi dengan leluasa seperti bau, mulut, selaput lendir mulut, pharynx, lidah, gusi, dan gigi-geligih serta kemungkinan adanaya lesi, benda asing, perubahan warna, dan anomali lainnya. Oesophagus dipalpasi dari luar sebelah kiri dan pharynx. (Boddie. 1962).
Abdomen; Inspeksi dilakukan pada abdomen bagian kiri dan kanan dengan memperhatikan isi abdomen yang teraba serta dilakukan auskultasi dari sebelah kanan ke kiri untuk mengetahui peristaltik usus. Lakukan pula eksplorasi dengan jari kelingking, perhatikan kemungkinan adanya rasa nyeri pada anus atau rektum, adanya benda asing atau tinja yang keras. (Boddie. 1962).

Sistem Pernafasan
Adanya aksi-aksi atau pengeluaran seperti batuk, bersin hick-up, frekuensi dan tipe nafasnya perlu diperhatikan.
Hidung; Perhatikan keadaan hidung dan leleran yang keluar, rabalah suhu lokal dengan menempelkan jari tangan pada dinding luar hidung. Serta lakukanlah perkusi pada daerah sinus frontalis.
Pharynx, Larinx, Trakea; Dilakukan palpasi dari luar dengan memperhatikan reaksi dan suhunya, perhatikan pula limfoglandula regional, suhu, konsistensi, dan besarnya, lalu bandingkan antara limfoglandula kanan dan kiri.
Rongga dada; Perkusi digital dilakukan dengan membaringkan kucing pada alas yang kompak, dan diperhatikan suara perkusi yang dihasilkan. Palpasi pada intercostae lalu perhatikan adanya rasa nyeri pada pleura dan edeme subcutis. (Boddie. 1962).

Sistem Sirkulasi
Diperhatikan adanya kelainan alat peredaran darah seperti anemia, sianosis, edema atau ascites, pulsus venosus, kelainan pada denyut nadi, dan sikap atau langkah hewan. Periksa frekuensi, irama dan kualitas pulsus atau nadi, kerjakan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi pada daerah jantung (sebelah kiri). Perhatikan pula adanya pulsasi di daerah vena jugularis dengan memeriksa pada 1/3 bawah leher (Boddie. 1962).

Sistem Limphatica
Dilakukan inspeksi, untuk mengetahui kemungkinan adanya kebengkakan limfoglandula. Limfoglandula yang dapat dipalpasi pada kucing yaitu; lgl. submaxillaris, lgl. parotidea, lgl. retropharyngealis, lgl. cervicalis anterior, lgl. cervicalis medius, lgl. cervicalis caudalis, lgl. prescapularis, lgl. axillaris (dapat teraba jika kaki diabduksikan), lgl. inguinalis, lgl. superficialis (pada betina disebut lgl. supramammaria), lgl. poplitea, lgl. mesenterialis. Palpasi dilakukan di daerah lgl, dengan memperhatikan reaksi, panas, besar dan konsistensinya serta simetrinya kanan dan kiri (Boddie. 1962).

Sistem Lokomotor
Perhatikanlah posisi, cara berdiri dan berjalan hewan. Periksalah musculi dengan membandingkan ekstremitas kanan dan kiri. Serta melakukan palpasi. Perhatikan pula suhu, kontur, adanya rasa nyeri dan pengerasan. Pemeriksaan tulang seperti musculi diperhatikan bentuk, panjang dan keadaan. Persendian diperiksa dengan cara inspeksi cara berjalan dan keadaan persendian, lakukanlah palpasi apakah ada penebalan, cairan (pada kantong synovial ataukah pada vagina tendinea) (Boddie. 1962).

Organ Uropoetica
Perhatikanlah sikap pada waktu kencing. Amati air seni (kemih) yang keluar, warnanya, baunya dan adanya anomali (darah, jonjot, kekeruhan dan lain sebagainya).
Ginjal; Kucing diperiksa denagn melakukan palpasi pada daerah lumbal. Pada kucing ginjalnya menggantung seperti kue bakpia atau mainan yoyo. Perhatikan reaksi, besar, konsistensi dan simetrinya.
Vesica urinaria; Palpasi rongga perut pada waktu isi, kosongkan dengan kateter, palpasi pada keadaan kosong dari kemih, raba kemungkinan adanya benda asing (batu, tumbuh ganda) atau adanya pembengkakan/penebalan dinding vesica urinaria.
Kateterisasi/pengambilan urin; Kateter diambil sesuai dengan kelamin dan besar hewan. Kateter dimasukkan secara legeartis (kateter steril, dengan lubricant yang steril, tidak megiritasi dan mengandung antiseptika).
Pemeriksaan urin; Seperti pemeriksaan fisik, warna, kekentalan, adanya benda-benda yang mencurigakan dan bau. Pada pemeriksaan laboratorium, minimal harus dilakukan pemeriksaan protein, pH, dan endapan, bila perlu ambil darahnya untuk pemeriksaaan urea (BUN; blood urea nitrogen) dan kreatinin (Boddie. 1962).

Sistem Syaraf
Syaraf pusat
  1. N. olfactorius (pembau). Pada anjing dan kucing dengan cara mendekatkan ikan, daging dan lain sebagainya yang merangsang syaraf pembau tanpa mendengar atau melihat.
  2. N. opticus (penglihatan). Gerakkan jari telunjuk di muka matanya, perhatikan apakah hewan mengikuti gerakan telunjuk, dan perhatikan reaksi pupil.
  3. N. oculomotorius, N. trochlearis, N. abducens. Perhatikan pergerakan palpebrae atas, dan gerakan bola mata serta pupil. Untuk pemeriksaan pupil tutup salah satu mata, buka cepat dan perhatikan reaksinya terhadap sinar.
  4. N. trigeminus untuk sensorik, mototrik, dan sekretorik. Lakukan rangsangan dan perhatikan reaksinya pada otot-otot daerah kepala dan mata, perhatikan saliva dan lakrimasi. Perhatikan adanya hyperaesthesi, paralisa dan adanya sekresi yang berlebihan atau berkurang, perhatikan cara mastikasi juga.
  5. N. facialis (wajah). Perhatikan kontur m. facialis, apakah lumpuh bilateral atau muka/bibir menggantung sebelah pada kelumpuhan unilateral.
  6. N. auditorius (pendengaran/keseimbangan). Perhatikan apakah hewan miring sebelah, sempoyongan, dan panggil namanya. Pada telinga pakai lampu (penlight) atau otoscope, periksa adanya radang, cairan, kotoran, dan pertumbuhan abnormal.
  7. N. glossopharingeal. Pada anjing buka mulut rangsang bagian belakang pharynx. Pada hewan besar perhatikan cara menelan.
  8. N. vagus (organ dalam) untuk sensorik dan motorik, pada jantung kerjanya inhibitor.
  9. N. spinal accessories. Perhatikan scapulae, pada paralisa unilateral salah satu scapulae menggantung (kelumpuhan syaraf yang menginervasi m. trapezius/m. sternocephalicus).
  10. N. hypoglossus. Perhatikan lidah apakah menjulur keluar (paralisa bilateral) atau menjulur ke salah satu mulut (paralisa unilateral) (Boddie. 1962).
Syaraf Perifer
Perhatikan aktifitas otot, stimulasi dengan meraba, memijit, menusuk, mencubit dengan jari atau arteri klem atau pinset chirurgis.
Reflex superficial; Conjungtiva (untuk serabut sensorik dari cabang ophthalmic dan cabang maxillaries syaraf cranial V). Cornea (untuk serabut sensorik dari cabang ophthalmic dan maxillaris cabang syaraf cranial V). Pupil (N. opticus: sensorik, N. oculomotorius: motorik). Perineal (N. spinalis) sentuh perineum, perhatikan reaksinya. Pedal (arcus reflex): sentuh, pijit, pinset (cubit) telapak kaki/interdigiti, perhatikan reaksi menarik pada kaki.
Reflex profundal; Patella, pada hewan kecil dilakukan dalam keadaan berbaring, pukul pada ligamentum patellae mediale. Bila reflex bagus m. quardriseps femoris akan berkontraksi mendadak/menendang. Tarsal, lakukan perkusi pada tendo achilles, bila refleksnya bagus maka m. gastrocnemius akan berkontraksi (tampak menendang).
Reflex organic; Menelan (koordinasi neuromuscular di daearah pharynx dan oesophagus, gangguan mekanisme ini terjadi pada tetanus, keracunan strichnin, tetani, paralyse N. XII dan N. X). respirasi (pusat reflex di medulla oblongata, otak, medulla spinalis daerah thorax). Defekasi (syaraf yang menginervasi spincter ani) (Boddie. 1962).


Macam-Macam Ektoparasit Pada Kucing 
Tungau (Mites)
  • Demodex canis
  • Sarcoptes scabiei var canis
  • Notoedres cati
  • Otodectes cynotis
  • Pneumonyssus caninum
  • Trombicula minor; T. sarcina
  • Acomatacarus australiensis
  • Cheyletiella parasitovorax; C. yasguri
Pinjal (fleas)
  • Ctenocephalidis canis; Ct. felis
  • Pulex irritans
  • Leptopsylla musculi
  • Notopsyllus fasciatus
  • Xenopsylla cheopis
  • Pygiopsylla cangrua
  • Spilopsyllus cuniculi
  • Echidnophaga myrmecobii; E. perilis
  • E. gallinacea
Pinjal (lice)
  • Trichodectes canis
  • Heterodoxus spiniger; H. longitarsus
  • Linognathus setosus
Caplak (ticks)

  • Ixodes holocyclus; I. australiensis;
  • I. cornuatus, I. myrmecobii; I. tasmani
  • Boophilus microplus
  • Haemaphysalis bancrofi; H. longicornis
  • Rhipicephalus caungineus
  • Amblyomma triguttatum queenslandense;
  • Am. t. triguttatum
  • Aponomma auruginans
  • Ornithodorus gurneyi
Lalat (flies)
  • Stomoxys calcitrans
Nyamuk (mosquitoes)
  • Anopheles bancrofi; An. farrauti
  • An. annulipes
  • Aedes theobadi; Ae. vittiger; Ae. albothorax;
  • Ae. aegyt; Ae. vigilax culex annulirostris;
  • Cx. molestus; Cx. fatigans; Cx. australicus
  • Coquillettidia linealis. Subronto., 2006).

Diagnosa Terhadap Ektoparasit 
Penetuan diagnosis pasti dilakukan dengan memeriksa saluran telinga dengan otoskop, setelah dibersihkan dari eksudat dan serumen dengan larutan perhidrol (H2O2) 3% atau larutan pencair serumen, yang tersusun dari propilen glikol, asam malat, asam salisilat dan asam benzoat. Parasit juga dapat diperoleh dengan cara memasukkan cairan minyak ke dalam saluran telinga, telinga dimasase, lalu disedot secara mikroskopik. Karena adanya radang maka keluarlah eksudat radang, yang dengan infeksi kuman akan menghasilkan leleran nanah dengan bau yang menusuk. Oleh rasa nyeri dan gatal, kepala digeleng-gelengkan dan bila hanya satu telinga yang menderita posisi kepala akan miring dengan telinga yang menderita akan lebih rendah (Subronto., 2006).

Handling & Restrain Pada Kucing
Cara handling & restrain dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu manual dan kimia.
Cara handling & restrain dengan bahan kimia seperti;

a. Mayor transquillezer (untuk transportasi hewan karena menimbulkan efek menenangkan)
  • Golongan Phenotiazine: klorpromazine, promazin, prometazin
  • Golongan Butyrophenon: haloperodrol, droperidrol
  • Golongan Alkaloid : reserpin, zylasin
b. Minor transquillezer (sebagai pengendali kerisauan dan histeria)
  • Benzodiazepam
  • Medobromad
Kedua macam obat ini menyebabkan sedasi, hewan acuh, kurang responsif, dan terjadi pengurangan aktivitas lokomotor, diberikan dengan cara PO (per-oral), IP (intra-peritoneum), IM (intra-muscular), IV (intra-vena), dan SC (sub-cutan) (Rock., 2007).



DAFTAR PUSTAKA 

Anonim., 1998. http://www.doctordog.com/catbook/cathand.html. 26/5/2009. 8:31:44 PM

Boddie., G.F. 1962. Diagnostic Methods in Veterinary Medicine. Philadelphia: J.B. Lippincott Company.

Rock., A. 2007. Veterinary Pharmakologi. London: Elsecler

Subronto., 2006. Penyakit Infeksi Parasit Dan Mikroba Pada Anjing Dan Kucing. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Friday 17 May 2013

Perawatan Pleci Montanus


Pleci Montanus adalah salah satu jenis burung Pleci yang sangat populer di kalangan Plecimania. Volume suara yang lebih lantang dengan lagu lebih variatif, menjadi salah satu daya tariknya. Pleci Montanus adalah salah satu spesies burung Pleci yang memiliki sub spesies terbanyak. Ada 9 sub spesies untuk burung Pleci Montanus. Tersebar sepanjang daerah Jawa Timur, Jawa Tengah sampai Jawa Barat. Sebutan untuk burung Pleci ini (Montanus) sangat beragam. Di beberapa tempat ada yang menyebutnya sebagai Pleci Dada Putih, Pleci Gunung, Pleci Putih, Pleci Super, Pleci Kapur dan lain sebagainya.
Ciri utama dari Pleci Montanus adalah bertubuh lebih besar daripada Pleci Dada Kuning biasa dengan warna dada putih. Iris bagian mata berwarna putih, juga menjadi ciri khas dari jenis ini. Sebenarnya pola perawatan Montanus sama seperti burung Pleci jenis lainnya, hanya saja Montanus sulit beradaptasi. Kita membutukan waktu yang lebih lama agar Pleci Montanus mau dan dapat berkicau dengan lantang. Salah satu poin penting yang harus kita ketahui, Pleci Montanus mempunyai nafsu makan lebih besar dari pada Pleci jenis lainnya. Oleh sebab itu Montanus mudah kegemukan apa bila pola makannya tidak diatur dengan ketat. Faktanya, hampir 75% pleci Montanus yang kita pelihara selalu kegemukan.
Berikut ini pola perawatan Pleci Montanus:
Jemur rutin tiap pagi 30-60 menit.
Mandikan rutin setiap pagi dan sore.
Harus sering di gantang rendah di dekat lalu lalang manusia, agar lebih cepat beradaptasi.
Berikut ini pola makanan dan extra fooding (EF) untuk Pleci Montanus:
Berikan buah segar rutin setiap hari. Variasikan pemberian buah dengan selang-seling. Misalnya Pisang-Pepaya-Apel-Sawo-Pisang-Pepaya-Apel
Berikan Kroto segar 1 sendok makan setiap pagi dan sore.
Berikan Ulat Hongkong berwarna putih 2-3 ekor setiap pagi dan sore.
Mengatasi Pleci Montanus (dan Pleci jenis lain) yang kegemukan:
Lebih sering berikan buah yang berkabohidrat rendah seperti buah pepaya.
Kurangi makanan yang mengandung lemak tinggi seperti Ulat Hongkong dan Ulat Kandang.
Kurangi porsi Kroto menjadi 1 sendok teh setiap pagi dan sore.
Selama proses diet, stop dahulu pemberian Voer dan Madu.
Ganti sangkarnya dengan sangkar yang berukuran yang lebih besar (bukan diumbar), supaya burung bebas beraktifitas, Kurangnya burung beraktifitas membuat kalori tidak terbakar dan tertimbun menjadi lemak.
Mandi dan jemur tetap rutin (30-60 menit) setiap pagi dan sore.
Agar Pleci Montanus lebih cepat berkicau lantang, sebaiknya pelihara lebih dari dua Pleci Montanus.

Wednesday 27 June 2012

GRADING (PENGKLASIFIKASIAN) SAPI POTONG.

Permintaan akan daging sapi semakin meningkat, namun sejauh ini, pemenuhan dalam mensuplai semua kebutuhan akan permintaan daging sapi belum mampu dipenuhi. Apalagi kebutuhan konsumen lebih menginginkan daging sapi yang berkualitas. Kebanyakan konsumen membeli daging sapi dalam bentuk segar dan yang bagus. Agar kualitas daging sapi dapat dipenuhi dengan baik, perlu dilakukan grading (pengklasifikasian), sehingga daging dapat dikelompokkan berdasarkan kualitasnya. Grading pada daging sapi dilakukan untuk mengetahui kualitas daging yang dihasilkan , kemudian dibagi dalam tingkatan mutunya.
 
 
Pelaksanaan grading dapat dilakukan dengan grading pada sapi yang masih hidup dan grading pada sapi yang sudah dipotong.
Grading / klasifikasi pada sapi yang masih hidup (sapi siap potong),
Pendugaan hasil daging yang diperoleh dari seekor ternak dilakukan melalui grading pada sapi yang masih hidup. Hasil daging yang diperoleh dibedakan dari jenis/bangsa dan tipe sapi. Walaupun memiliki bobot hidup yang sama, tapi akan menghasilkan daging yang jumlah dan kualitas yang berbeda. Salah satu cara untuk menaksir jumlah dan kualitas daging yang akan dihasilkan dari seekor ternak sapi dengan melakukan penilaian terhadap kondisi ternaknya. Variabel yang diukur dalam grading/ klasifikasi ternak sapi siap potong meliputi : 1) skor kerangka yang lebih menekankan pada ukuran tubuh, 2) skor otot , menekankan pada ketebalan perototan dan 3) skor kondisi tubuh menekankan pada tingkat kegemukan.
 
 
Skor kerangka (frame score )
Skor/nilai kerangka pada sapi siap potong digunakan untuk menggambarkan capaian bobot hidup pada saat sapi menjadi dewasa, yaitu pada saat tebal lemak punggung pada rusuk ke 12 = 0,5 cm. Penilaian skor dengan Besar, Sedang dan Kecil. Skor kerangka besar bobot dewasa 500 - 600 kg, skor kerangka menengah bobot dewasa 400- 500 kg dan skor kerangka kecil bobot dewasa 300 - 400 kg.
 
 
Skor Otot ( muscle Score )
Skor otot menggambarkan ketebalan perototan seekor ternak. Penilaian skor dibagi dalam 4 skor yaitu nilai 1,2, 3 dan 4. Skor 1 diberikan kepada sapi dengan perototan paling tebal. Skor 2 diberikan kepada sapi dengan perototan agak tebal, skor 3 dengan perototan agak tipis dan skor 4 diberikan kepada sapi dengan perototan paling tipis.
 
 
Skor kondisi tubuh ( body condition score/ BCS)
Skor kondisi tubuh menggambarkan tingkat perlemakan / kegemukan, dengan kisaran angka antara 1 - 9. Tingkat kegemukan tidak dinilai berdasarkan bobot hidup melainkan berdasarkan bentuk dan konformasi tubuh. Nilai didasarkan pada perlemakan pada brisket, iga, punggung, pinggul, tulang duduk dan pangkal ekor. Nilai 1 - 3 ditunjukkan pada sapi yang kondisinya sangat kurus sampai kurus, sedang nilai optimum adalah 5 - 7, nilai 7, perototan sangat bagus, brisket terlihat penuh otot, pangkal ekor terlihat timbunan lemak dan punggung terlihat lebar karena timbunan lemak. Iga terasa sangat halus. Nilai 8 - 9 terlihat gemuk dan sangat gemuk.
Grading/ klasifikasi pada sapi yang sudah dipotong (karkas)
Bagian tubuh sapi yang sudah dipotong yang bisa dikonsumsi dinamakan karkas.Seekor sapi biasanya menghasilkan karkas 55 - 60 % karkas, tergantung pada bangsa dan kondisi sapi. Grading karkas dilakukan untuk memperkirakan jumlah dan kualitas daging yang akan dihasilkan oleh ternak setelah dipotong. Ada 2 macam klasifikasi daging yaitu berdasarkan kualitas dan kuantitas.
 
Klasifikasi berdasarkan kuantitas,
Grade/Kelas seekor ternak berpengaruh dari bangsa, umur, berat tubuh dan pergerakan. Misalnya bangsa sapi friesen cenderung menghasilkan daging tanpa lemak sedangkan bangsa sapi shorthorn cenderung menghasilkan lemak yang banyak sekali. Sapi-sapi muda menghasilkan daging yang kandungan lemak lebih sedikit dari sapi-sapi tua. Sapi-sapi yang mempunyai berat lebih tinggi mempunyai kandungan lemak lebih banyak daripada sapi-sapi kurus. Demikian juga sapi-sapi yang banyak bergerak akan mempunyai otot yang lebih kekar daripada sapi-sapi yang tidak pernah bergerak.
Grade/Kelas kuantitas dapat dibagi menjadi 5 macam yaitu cutability (persentase daging dan lemak) 1 sampai 5 . Pembagian grade berdasarkan persentase daging dan perlemakan tubuh. Cutability 1 diberikan kepada ternak yang mempunyai daging hampir tanpa lemak, sedang cutability 5 diberikan kepada ternak yang banyak sekali mengandung lemak tubuh.
 
Klasifikasi berdasarkan kualitas.
Kualitas daging dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok yaitu prime, choice, good, standard, commercial utility dan cuttler/ canner.
Prime, dicirikan oleh perototan yang tebal yaitu pada sapi yang sangat gemuk dimana seluruh tubuh berdaging tebal dan mempunyai selubung lemak yang berat.
Choice, selaput lemak, perototan dan perdagingan lebih sedikit dari prime.
Good, mengandung lemak sedikit, biasanya pada ternak muda.
Standard, grade ini diterapkan pada ternak -ternak dibawah umur 4 tahun yang berdaging, berotot tipis dan berlemak sangat sedikit, mempunyai konformasi daging yang jelek.
Commercial, grade untuk sapi -sapi yang berumur diatas 4 tahun dengan kualifikasi sama pada standard.
Utility, mempunyai kondisi lebih jelek daripada commercial .
Cutter/canner, pada ternak-ternak yang sangat kurus yang kondisinya tinggal kulit kulit pembalut tulang.

Wednesday 25 April 2012

CARA - TEKNIK PEMBUATAN PAKAN TERNAK


1. SEJARAH SINGKAT
Ternak-ternak dipelihara untuk dimanfaatkan tenaga/diambil hasilnya dengan
cara mengembangbiakkannya sehingga dapat meningkatkan pendapatan para petani. Agar ternak peliharaan tumbuh sehat dan kuat, sangat diperlukan pemberian pakan. Pakan memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan ternak muda maupun untuk mempertahankan hidup dan menghasilkan produk (susu, anak, daging) serta tenaga bagi ternak dewasa. Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, jenis pakan yang diberikan pada ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup. Pakan yang sering diberikan pada ternak kerja antara lain berupa: hijauan dan konsentrat (makanan penguat).
2. SENTRA PAKAN TERNAK
Selama ini produksi pakan ikan alami dilakukan oleh pengusaha pembenihan ikan/udang dalam satu unit pembenihan, atau oleh Balai Budidaya milik Pemerintah. Sementara ini sentra produksi pakan ikan buatan berada di Jawa.
3. JENIS
1) Hijauan Segar
Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternak dalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun yang tidak (disengut langsung oleh ternak). Hijauan segar umumnya terdiri atas daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan, tanaman biji- bijian/jenis kacang-kacangan.
Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat disukai ternak, mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi, terutama di daerah tropis meskipun sering dipotong/disengut langsung oleh ternak sehingga menguntungkan para peternak/pengelola ternak. Hijauan banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk gula sederhana, pati dan fruktosa yang sangat berperan dalam menghasilkan energi.
a. Rumput-rumputan
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum), rumput Benggala (Penicum maximum), rumput Setaria (Setaria sphacelata), rumput Brachiaria (Brachiaria decumbens), rumput Mexico (Euchlena mexicana) dan rumput
lapangan yang tumbuh secara liar.
b. Kacang-kacangan: lamtoro (Leucaena leucocephala), stylo (Sty-losantes guyanensis), centro (Centrocema pubescens), Pueraria phaseoloides, Calopogonium muconoides dan jenis kacang-kacangan lain.
c. Daun-daunan: daun nangka, daun pisang, daun turi, daun petai cina dll.
2) Jerami dan hijauan kering
Termasuk kedalam kelompok ini adalah semua jenis jerami dan hijauan pakan ternak yang sudah dipotong dan dikeringkan. Kandungan serat kasarnya lebih dari 18% (jerami, hay dan kulit biji kacang-kacangan).
3) Silase
Silase adalah hijauan pakan ternak yang disimpan dalam bentuk segar biasanya berasal dari tanaman sebangsa padi-padian dan rumput-rumputan.
4) Konsentrat (pakan penguat)
Contoh: dedak padi, jagung giling, bungkil kelapa, garam dan mineral.
4. MANFAAT
1) Sumber energi
Termasuk dalam golongan ini adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20%, dengan konsentrasi serat kasar di bawah 18%. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Kelompok serealia/biji-bijian (jagung, gandum, sorgum)
b. Kelompok hasil sampingan serealia (limbah penggilingan)
c. Kelompok umbi (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya)
d. Kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput benggala dan rumput setaria).
2) Sumber protein
Golongan bahan pakan ini meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari hewan/tanaman). Golongan ini dibedakan menjadi 3 kelompok:
a. Kelompok hijauan sebagai sisa hasil pertanian yang terdiri atas jenis daun-daunan sebagai hasil sampingan (daun nangka, daun pisang, daun ketela rambat, ganggang dan bungkil)
b. Kelompok hijauan yang sengaja ditanam, misalnya lamtoro, turi kaliandra, gamal dan sentero
c. Kelompok bahan yang dihasilkan dari hewan (tepung ikan, tepung tulang dan sebagainya).
3) Sumber vitamin dan mineral
Hampir semua bahan pakan ternak, baik yang berasal dari tanaman maupun hewan, mengandung beberapa vitamin dan mineral dengan konsentrasi sangat bervariasi tergantung pada tingkat pemanenan, umur, pengolahan, penyimpanan, jenis dan bagian-bagiannya (biji, daun dan batang). Disamping itu beberapa perlakuan seperti pemanasan, oksidasi dan penyimpanan terhadap bahan pakan akan mempengaruhi konsentrasi kandungan vitamin dan mineralnya.
Saat ini bahan-bahan pakan sebagai sumber vitamin dan mineral sudah tersedia di pasaran bebas yang dikemas khusus dalam rupa bahan olahan yang siap digunakan sebagai campuran pakan, misalnya premix, kapur, Ca2PO4 dan beberapa mineral.
5. PEDOMAN TEKNIS PEMBUATAN/PENGOLAHAN
5.1. KebutuhanPakan
Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi udara) serta bobot badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda pula.
Rekomendasi yang diberikan oleh Badan Penelitian Internasional (National Research Council) mengenai standardisasi kebutuhan ternak terhadap pakan dinyatakan dengan angka-angka kebutuhan nutrisi ternak ruminansia. Rekomendasi tersebut dapat digunakan sebagai patokan untuk menentukan kebutuhan nutrisi ternak ruminansia, yang akan dipenuhi oleh bahan-bahan pakan yang sesuai/bahan-bahan pakan yang mudah diperoleh di lapangan.
5.2. Konsumsi Pakan
Ternak ruminansia yang normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi), mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya, konsumsi pakannya pun akan meningkat pula.
Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri).
a) Temperatur Lingkungan
Ternak ruminansia dalam kehidupannya menghendaki temperatur lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya, baik dalam keadaan sedang berproduksi maupun tidak. Kondisi lingkungan tersebut sangat bervariasi dan erat kaitannya dengan kondisi ternak yang bersangkutan yang meliputi jenis ternak, umur, tingkat kegemukan, bobot badan, keadaan penutup tubuh (kulit, bulu), tingkat produksi dan tingkat kehilangan panas tubuhnya akibat pengaruh lingkungan.
Apabila terjadi perubahan kondisi lingkungan hidupnya, maka akan terjadi pula perubahan konsumsi pakannya. Konsumsi pakan ternak biasanya menurun sejalan dengan kenaikan temperatur lingkungan. Makin tinggi temperatur lingkungan hidupnya, maka tubuh ternak akan terjadi kelebihan panas, sehingga kebutuhan terhadap pakan akan turun. Sebaliknya, pada temperatur lingkungan yang lebih rendah, ternak akan membutuhkan pakan karena ternak membutuhkan tambahan panas. Pengaturan panas tubuh dan pembuangannya pada keadaan kelebihan panas dilakukan ternak dengan cara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
b) Palatabilitas
Palatabilitas merupakan sifat performansi bahan-bahan pakan sebagai akibat dari keadaan fisik dan kimiawi yang dimiliki oleh bahan-bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti kenampakan, bau, rasa (hambar, asin, manis, pahit), tekstur dan temperaturnya. Hal inilah yang menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsinya.
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan rasa manis dan hambar daripada
asin/pahit. Mereka juga lebih menyukai rumput segar bertekstur baik dan mengandung unsur nitrogen (N) dan fosfor (P) lebih tinggi.

c) Selera
Selera sangat bersifat internal, tetapi erat kaitannya dengan keadaan “lapar”. Pada ternak ruminansia, selera merangsang pusat saraf (hyphotalamus) yang menstimulasi keadaan lapar. Ternak akan berusaha mengatasi kondisi
ini dengan cara mengkonsumsi pakan. Dalam hal ini, kadang-kadang terjadi kelebihan konsumsi (overat) yang membahayakan ternak itu sendiri.
d) Status fisiologi
Status fisiologi ternak ruminansia seperti umur, jenis kelamin, kondisi tubuh (misalnya bunting atau dalam keadaan sakit) sangat mempengaruhi konsumsi pakannya.
e) Konsentrasi Nutrisi
Konsentrasi nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah konsentrasi energi yang terkandung di dalam pakan. Konsentrasi energi pakan ini berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya. Makin tinggi konsentrasi energi di dalam pakan, maka jumlah konsumsinya akan menurun. Sebaliknya, konsumsi pakan akan meningkat jika konsentrasi energi yang dikandung pakan rendah.
f) Bentuk Pakan
Ternak ruminansia lebih menyukai pakan bentuk butiran (hijauan yang dibuat pellet atau dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya. Hal ini berkaitan erat dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna. Oleh karena itu, rumput yang diberikan sebaiknya dipotong-potong menjadi partikel yang lebih kecil dengan ukuran 3-5 cm.
g) Bobot Tubuh
Bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya. Makin tinggi bobot tubuh, makin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan. Meskipun demikian, kita perlu mengetahui satuan keseragaman berat badan ternak yang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengestimasi berat badannya, kemudian dikonversikan menjadi “berat badan metabolis” yang merupakan bobot tubuh ternak tersebut.
Berat badan ternak dapat diketahui dengan alat timbang. Dalam praktek di lapangan, berat badan ternak dapat diukur dengan cara mengukur panjang badan dan lingkar dadanya. Kemudian berat badan diukur dengan menggunakan formula:
Berat badan = Panjang badan (inci) x Lingkar Dada2 (inci) / 661
Berat badan metabolis (bobot tubuh) dapat dihitung dengan cara meningkatkan berat badan dengan nilai 0,75
Berat Badan Metabolis = (Berat Badan)0,75
h) Produksi
Ternak ruminansia, produksi dapat berupa pertambahan berat badan (ternak potong), air susu (ternak perah), tenaga (ternak kerja) atau kulit dan bulu/wol. Makin tinggi produk yang dihasilkan, makin tinggi pula kebutuhannya terhadap pakan. Apabila jumlah pakan yang dikonsumsi (disediakan) lebih rendah daripada kebutuhannya, ternak akan kehilangan berat badannya (terutama selama masa puncak produksi) di samping performansi produksinya tidak optimal.


5.3. KandunganNutrisi PakanTernak
Setiap bahan pakan atau pakan ternak, baik yang sengaja kita berikan kepada ternak maupun yang diperolehnya sendiri, mengandung unsur-unsur nutrisi yang konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan keadaan bahan pakan tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi tekstur dan strukturnya. Unsur nutrisi yang terkandung di dalam bahan pakan secara umum terdiri atas air, mineral, protein, lemak, karbohidrat dan vitamin. Setelah dikonsumsi oleh ternak, setiap unsur nutrisi berperan sesuai dengan fungsinya terhadap tubuh ternak untuk mempertahankan hidup dan berproduksi secara normal. Unsur-unsur nutrisi tersebut dapat diketahui melalui proses analisis terhadap bahan pakan yang dilakukan di laboratorium. Analisis itu dikenal dengan istilah “analisis proksimat”.
5.4. Peralatan Pembuatan Pakan Ternak
1) Macam-Macam Silo
Silo dapat dibuat dengan berbagai macam bentuk tergantung pada lokasi, kapasitas, bahan yang digunakan dan luas areal yang tersedia. Beberapa silo yang sudah dikenal adalah:
a. Pit Silo: silo yang dirancang berbentuk silindris (seperti sumur) dan di bangun di dalam tanah.
b. Trech Silo: silo yang dibangun berupa parit dengan struktur membentuk huruf V.
c. Fench Silo: silo yang bentuknya menyerupai pagar atau sekat yang terbuat dari bambu atau kayu.
d. Tower Silo: silo yang dirancang membentuk sebuah menara menjulang ke atas yang bagian atasnya tertutup rapat.
e. Box Silo: silo yang rancangannya berbentuk seperti kotak.
2) Cara Memformulasi Pakan
Dalam memformulasikan penyusunan ransum atau pakan, perlu menggunakan Tabel Patokan Kebutuhan Nutrisi. Sebagai contoh kebutuhan nutrisi dalam penyusunan ransum bagi sapi perah adalah sebagai berikut :
Sapi perah betina muda berat 350 kg, satu setengah bulan menjelang beranak(melahirkan pada umur 36 bulan), membutuhkan pakan dengan kandungan nutrisi sebagai berikut:
a. Kebutuhan hidup pokok dan reproduksi: Bahan Kering=6,4 Kg, ME=13
Mcal, Protein=570 gram, mineral=37 kg.
b. Laktasi I: Bahan Kering=1,0 Kg, ME=2,02 Mcal, Protein=93,6 gram, Mineral=5 kg.
c. Sehingga jumlah Bahan Kering=7,4 kg, ME=15,02 kg, Protein=663,6
gram, Mineral=42 gram.


Dari kebutuhan nutrisi tersebut, kebutuhan pakannya dapat diformulasikan dengan suatu metode. Misalnya bahan-bahan pakan yang tersedia adalah:
a. Rumput gajah: Bahan Kering=16%, ME=0,33 Mcal, Protein=1,8
gram%BK, Mineral=2,5 gram%BK
b. Rumput Kedele: Bahan Kering=93,5%, ME=3,44 Mcal, Protein=44,9
gram%BK, Mineral=6,3 gram%BK
c. Bungkil kelapa: Bahan Kering=86%, ME=2,86 Mcal, Protein=18,6
gram%BK, Mineral=5,5 gram%BK
Rumput gajah akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan kering sebanyak 80%= 80/100X7,4 kg = 5,92 kg BK.
Maka kandungan protein yang sudah dapat dipenuhi rumput adalah:
sebanyak = 1,8/100 X 5,92 kg = 106,56 gram protein.
Kekurangan:
Bahan kering = 7,4 - 5,92 kg = 1,48 kg
Protein = (663,6 - 106,56) gram = 557,04 kg atau 557,04/1480 X 100% =
37,64%.
Bungkil kedelai akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah: 19,04/26,3 X
1,48 kg = 1,07 kg BK.
Bungkil kelapa akan memenuhi kekurangan tersebut sejumlah: 7,26/26,3 X
1,48 kg = 0,41 kg BK.
Jadi, jumlah bahan pakan segar yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan ternak dengan kondisi tersebut di atas adalah:
Rumput gajah = 5,92 X 100/16 kg = 37 kg Bungkil kedelai = 1,07 X 100/93,5 kg = 1,14 kg Bungkil kelapa = 0,41 X 100/86 kg = 0,48 kg.
3) Teknologi Pakan
Teknologi pakan ternak ruminansia meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan yang bertujuan meningkatkan kualitas nutrisi, meningkatkan daya cerna dan memperpanjang masa simpan. Sering juga dilakukan dengan tujuan untuk mengubah limbah pertanian yang kurang berguna menjadi produk yang berdaya guna.
Pengolahan bahan pakan yang dilakukan secara fisik (pemotongan rumput sebelum diberikan pada ternak) akan memberi kemudahan bagi ternak yang mengkonsumsinya. Pengolahan secara kimiawi (dengan menambah beberapa bahan kimia pada bahan pakan agar dinding sel tanaman yang semula berstruktur sangat keras berubah menjadi lunak sehingga memudahkan mikroba yang hidup di dalam rumen untuk mencernanya.
Banyak teknik pengolahan telah dilakukan di negara-negara beriklim sub- tropis dan tropis, akan tetapi sering menyebabkan pakan menjadi tidak ekonomis dan masih memerlukan teknik-teknik untuk memodifikasinya, terutama dalam penerapannya di tingkat peternak.
Beberapa teknik pengolahan bahan pakan yang mudah dilakukan di lapangan adalah:
a) Pembuatan Hay
Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa rumput- rumputan/leguminosa yang disimpan dalam bentuk kering berkadar air:
20-30%.
Pembuatan Hay bertujuan untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang seragam akan memilik daya cerna yang lebih tinggi. Tujuan khusus pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau.
Ada 2 metode pembuatan Hay yang dapat diterapkan yaitu:
1) Metode Hamparan
Merupakan metode sederhana, dilakukan dengan cara meghamparkan hijauan yang sudah dipotong di lapangan terbuka di bawah sinar matahari. Setiap hari hamparan di balik-balik hingga kering. Hay yang dibuat dengan cara ini biasanya memiliki kadar air: 20 - 30% (tanda: warna kecoklat-coklatan).
2) Metode Pod
Dilakukan dengan menggunakan semacam rak sebagai tempat menyimpan hijauan yang telah dijemur selama 1 - 3 hari (kadar air ±
50%). Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang
berbunga (berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal), sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna “gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan kualitas.
b) Pembuatan Silase
Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan atau leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase. Pembuatan silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau atau ketika penggembalaan ternak tidak mungkin dilakukan.
Prinsip utama pembuatan silase:
1. menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman.
2. mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara.
3. menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk.
Pembuatan silase pada temperatur 27-35 derajat C., menghasilkan kualitas yang sangat baik. Hal tersebut dapat diketahui secara organoleptik, yakni:
1. mempunyai tekstur segar
2. berwarna kehijau-hijauan
3. tidak berbau
4. disukai ternak
5. tidak berjamur
6. tidak menggumpal
Beberapa metode dalam pembuatan silase:
1. Metode Pemotongan
- Hijauan dipotong-potong dahulu, ukuran 3-5 cm
- Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastik
- Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)
- Tutup dengan plastik dan tanah
2. Metode Pencampuran
Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat fermentasi, mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan. Bahan campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat, asam klorida, asam propionat), molases/tetes, garam, dedak padi, menir /onggok dengan dosis per ton hijauan sebagai berikut:
- asam organik: 4-6kg
- molases/tetes: 40kg
- garam : 30kg
- dedak padi: 40kg
- menir: 35kg
- onggok: 30kg
Pemberian bahan tambahan tersebut harus dilakukan secara merata ke seluruh hijauan yang akan diproses. Apabila menggunakan molases/tetes lakukan secara bertahap dengan perbandingan 2 bagian pada tumpukan hijauan di lapisan bawah, 3 bagian pada lapisan tengah dan 5 bagian pada lapisan atas agar terjadi pencampuran yang merata.

3. Metode Pelayuan
- Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering
40% - 50%.
- Lakukan seperti metode pemotongan c) Amoniasi
Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah pertanian (jerami) dengan penambahan bahan kimia: kaustik soda (NaOH), sodium hidroksida (KOH) atau urea (CO(NH2) 2.
Proses amoniasi dapat menggunakan urea sebagai bahan kimia agar biayanya murah serta untuk menghindari polusi. Jumlah urea yang diperlukan dalam proses amoniasi: 4 kg/100 kg jerami. Bahan lain yang ditambahkan yaitu : air sebagai pelarut (1 liter air/1 kg jerami).
d) Pakan Pemacu
Merupakan sejenis pakan yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan dan peningkatan populasi mikroba di dalam rumen, sehingga dapat merangsang penambahan jumlah konsumsi serat kasar yang akan meningkatkan produksi.
Molases sebagai bahan dasar pakan pemacu merupakan bahan pakan yang dapat difermentasi dan mengandung beberapa mineral penting. Dapat memperbaiki formula menjadi lebih kompak, mengandung energi cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan palatabilitas serta citarasa.
Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Setiap kilogram urea mempunyai nilai yang setara dengan 2,88 kg protein kasar (6,25X46%). Dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna.
1. Proses Pembuatan
Dilakukan dalam suasana hangat dan bertahap :
- Molases (29% dari total formula) dipanaskan pada suhu ± 50 derajat
C.
- Buat campuran I (tapioka 16%, dedak padi 18%, bungkil kedelai
13%).
- Buat campuran II (urea: 5%, kapur 4%, garam 9%).
- Buat campuran III (tepung tulang 5% dan mineral 1%).
- Buat campuran IV dari campuran I, II, III yang diaduk merata.
- Masukkan campuran IV sedikit sedikit ke dalam molases, diaduk hingga merata (±15 menit).
- Masukkan dalam mangkok/cetakan kayu beralas plastik dan padatkan.
- Simpan di tempat teduh dan kering.
2. Kualitas Nutrisi
Hasil analisis proksimat, pakan pamacu yang dibuat dengan formulasi tersebut mempunyai nilai nutrisi sebagai berikut: Energi 1856 Kcal, protein 24%, kalsium 2,83% dan fosfor 0,5%.
3. Jumlah dan Metode Pemberian
Pemberian pakan pamacu dapat meningkatkan konsentrasi amonia dalam rumen dari (60-100) mgr/liter menjadi 150-250 mgr/liter. Jumlah pemberian pakan pemacu disesuaikan dengan jenis dan berat badan ternak. Untuk ternak ruminansia kecil (domba/kambing) maksimum 4 gram untuk setiap berat badan. Untuk ternak ruminansia besar (sapi) 2 gram untuk setiap berat badan dan 3,8 gram untuk kerbau. Pemberian pakan pemacu sangat cocok bagi ternak ruminansia yang digembalakan dan diberi sisa tanaman pangan seperti jerami atau bahan pakan berkadar protein rendah.
e) Pakan Penguat
Pakan penguat atau konsentrat yang berbentuk seperti tepung adalah sejenis pakan komplet yang dibuat khusus untuk meningkatkan produksi dan berperan sebagai penguat. Mudah dicerna, karena terbuat dari campuran beberapa bahan pakan sumber energi (biji-bijian, sumber protein jenis bungkil, kacang-kacangan, vitamin dan mineral). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pakan penguat:
1. Ketersediaan Harga Satuan Bahan Pakan
Beberapa bahan pakan mudah diperoleh di suatu daerah, dengan harga bervariasi, sedang di beberapa daerah lain sulit didapat. Harga perunit bahan pakan sangat berbeda antara satu daerah dan daerah lain, sehingga keseragaman harga per unit nutrisi (bukan harga per unit berat) perlu dihitung terlebih dahulu.
2. Standar kualitas Pakan Penguat
Kualitas pakan penguat dinyatakan dengan nilai nutrisi yang dikandungnya terutama kandungan energi dan potein. Sebagai pedoman, setiap Kg pakan penguat harus mengandung minimal 2500
Kcal energi dan 17% protein, serat kasar 12%.
3. Metode dan Teknik Pembuatan
Metode formulasi untuk pakan penguat adalah metode simultan, metode segiempat bertingkat, metode aljabar, metode konstan kontrol, metode ekuasi atau metode grafik.
4. Prosedur Memformulasi
Þ    Buat daftar bahan pakan yang akan digunakan, kandungan nutrisinya (energi, potein), harga per unit berat, harga per unit energi dan harga per unit protein.
Þ    Tentukan standar kualitas nutrisi pakan penguat yang akan dibuat.
Þ    Memformulasi, dilakukan pada form formulasi.
Þ    Tentukan sebanyak 2% (pada kolom %) bahan pakan sebagai sumber vitamin dan mineral.
Þ    Tentukan sebanyak 30% bahan pakan yang mempunyai kandungan energi lebih tinggi daripada kandungan energi pakan penguat, tetapi harga per unit energinya yang paling murah (dapat digunakan lebih dari 1 macam bahan pakan).

- Tentukan sebanyak 18% bahan pakan yang mempunyai kandungan protein lebih tinggi daripada kandungan protein pakan penguat, tetapi harga per unit proteinnya paling murah.
- Jumlahkan (% bahan, Kcal energi, % protein dan harganya), maka
50% formula sudah diperoleh.
- Lakukan pengecekan kualitas dengan membandingkan kualitas nutrisi %0% formula dengan kualitas nutrisi 50% pakan penguat.
6. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
Pakan mengambil 70% dari total biaya produksi peternakan, sehingga tetap menjadi aktual untuk dijadikan suatu bisnis yang sangat cerah. Salah satu yang memungkinkan proses agroindutri yang akan menjadi peluang bisnis yang bagus yaitu mewujudkan industri pakan blok. Selain dari pada itu telah banyak dilakukan penelitian terapan dibidang pakan blok yang sangat mungkin dikembangkan.